“Yaah.. Kok NBL Indonesia All Star gak disiarin tv..”
Demikian kata-kata sejenis yang muncul di twitter ketika gw mentwit tentang kemungkinan bahwa NBL Indonesia All Star tidak akan disiarkan oleh stasiun televisi. Miris rasanya hati. Seperti menelan sebuah makanan yang membuat otak berhalusinasi, entah mengapa tulisan rintihan di atas terbaca seolah seperti keluhan masyarakat yang sedih tak mampu mengonsumsi makanan pokok, “Yaah.. Berarti kami gak bisa makan..” :(
Tiba-tiba gw ngebayangin bahwa siaran basket adalah sejenis makanan pokok sebuah kelompok masyarakat. Di Indonesia, makanan yang bernama “siaran basket” ini jumlahnya sangat-sangat langka. Kalaupun ada, ia tidak gratis seperti halnya “siaran sepakbola” ataupun “siaran bulutangkis”. Sekali-sekalinya gratis, makanan “siaran basket” hanya tersedia di kota-kota tertentu saja. Masyarakat pecinta “siaran basket” yang tidak kebagian hanya bisa berteriak meratap seolah hidup benar-benar menyiksa.
“Siaran basket” ini sebenarnya tersedia pula di saluran lain yang bernama internet live streaming. Namun sepertinya rasanya tidak senikmat siaran televisi. Mengapa? Karena koneksi internet yang lamban, kualitas gambar yang buruk, dan tentu saja, internet pun belum semerata itu kepemilikannya. Masyarakat basket di Indonesia ini hidupnya prihatin.
Ketika gw tinggal di Bandung, “siaran basket” ini ketersediaannya cukup baik. Gw langganan televisi yang menyiarkannya walaupun hanya di hari-hari tertentu saja (tuh, masih saja terbatas). Sumber ketersediaan lain juga berasal dari televisi gratis lain yang terkadang siarannya lokal.
Ketika di Mataram, Lombok, ketergantungan terhadap makanan bernama “siaran basket” ini benar-benar terasa. Sumber televisi jelas nihil. Perut nafsu untuk dapat makan “siaran basket” benar-benar keroncongan, apalagi ketika di twitter semua orang sepertinya sedang melahap dengan nikmat “siaran basket” langsung segar keluar dari oven-nya di Amerika Serikat sana. Beruntung gw punya internet. tapi yaa begitulah. Sajian “siaran basket”-nya ala kadarnya saja. Jika “siaran basket” televisi rasanya seperti beras Cianjur kualitas Pelita, “siaran basket” lewat internet itu seperti beras jatah pegawai negeri sipil yang sebelumnya telah mengendap lima tahun di gudang Dolog. Hehee, analoginya terlalu sektoral/umur :D
Kembali lagi ke orang-orang yang berteriak, “Yaah, kok siaran basketnya gak ada,” mereka terdengar seperti orang-orang yang berunjuk rasa. Berunjuk rasa karena memang kelaparan. Gw tentu saja termasuk orang yang kelaparan dan sesekali berunjuk rasa meneriakan hal yang sama.
Namun sesekali, orang-orang harus paham. Bahwa makanan “siaran basket” itu memang mahal. Mahal dalam arti sebenarnya, bukan kiasan. Kalau mau makanan murah, nonton “siaran sepak bola” atau “siaran bulutangkis” saja. Karena memang, sudah ada pihak lain yang bersedia mentraktir untuk makan massal :siaran sepakbola” dan siaran “bulutangkis”. Kita sih idealis. Gak mau ditraktir mereka. Tetapi ya itu tadi, risikonya harus usaha keras biar makanan “siaran basket” tersedia dalam jumlah yang lebih banyak dan menyebar merata di seluruh Indonesia.
Sumber:
http://mainbasket.com/2012/06/05/hidup-prihatin-masyarakat-basket-indonesia/
Demikian kata-kata sejenis yang muncul di twitter ketika gw mentwit tentang kemungkinan bahwa NBL Indonesia All Star tidak akan disiarkan oleh stasiun televisi. Miris rasanya hati. Seperti menelan sebuah makanan yang membuat otak berhalusinasi, entah mengapa tulisan rintihan di atas terbaca seolah seperti keluhan masyarakat yang sedih tak mampu mengonsumsi makanan pokok, “Yaah.. Berarti kami gak bisa makan..” :(
Tiba-tiba gw ngebayangin bahwa siaran basket adalah sejenis makanan pokok sebuah kelompok masyarakat. Di Indonesia, makanan yang bernama “siaran basket” ini jumlahnya sangat-sangat langka. Kalaupun ada, ia tidak gratis seperti halnya “siaran sepakbola” ataupun “siaran bulutangkis”. Sekali-sekalinya gratis, makanan “siaran basket” hanya tersedia di kota-kota tertentu saja. Masyarakat pecinta “siaran basket” yang tidak kebagian hanya bisa berteriak meratap seolah hidup benar-benar menyiksa.
“Siaran basket” ini sebenarnya tersedia pula di saluran lain yang bernama internet live streaming. Namun sepertinya rasanya tidak senikmat siaran televisi. Mengapa? Karena koneksi internet yang lamban, kualitas gambar yang buruk, dan tentu saja, internet pun belum semerata itu kepemilikannya. Masyarakat basket di Indonesia ini hidupnya prihatin.
Ketika gw tinggal di Bandung, “siaran basket” ini ketersediaannya cukup baik. Gw langganan televisi yang menyiarkannya walaupun hanya di hari-hari tertentu saja (tuh, masih saja terbatas). Sumber ketersediaan lain juga berasal dari televisi gratis lain yang terkadang siarannya lokal.
Ketika di Mataram, Lombok, ketergantungan terhadap makanan bernama “siaran basket” ini benar-benar terasa. Sumber televisi jelas nihil. Perut nafsu untuk dapat makan “siaran basket” benar-benar keroncongan, apalagi ketika di twitter semua orang sepertinya sedang melahap dengan nikmat “siaran basket” langsung segar keluar dari oven-nya di Amerika Serikat sana. Beruntung gw punya internet. tapi yaa begitulah. Sajian “siaran basket”-nya ala kadarnya saja. Jika “siaran basket” televisi rasanya seperti beras Cianjur kualitas Pelita, “siaran basket” lewat internet itu seperti beras jatah pegawai negeri sipil yang sebelumnya telah mengendap lima tahun di gudang Dolog. Hehee, analoginya terlalu sektoral/umur :D
Kembali lagi ke orang-orang yang berteriak, “Yaah, kok siaran basketnya gak ada,” mereka terdengar seperti orang-orang yang berunjuk rasa. Berunjuk rasa karena memang kelaparan. Gw tentu saja termasuk orang yang kelaparan dan sesekali berunjuk rasa meneriakan hal yang sama.
Namun sesekali, orang-orang harus paham. Bahwa makanan “siaran basket” itu memang mahal. Mahal dalam arti sebenarnya, bukan kiasan. Kalau mau makanan murah, nonton “siaran sepak bola” atau “siaran bulutangkis” saja. Karena memang, sudah ada pihak lain yang bersedia mentraktir untuk makan massal :siaran sepakbola” dan siaran “bulutangkis”. Kita sih idealis. Gak mau ditraktir mereka. Tetapi ya itu tadi, risikonya harus usaha keras biar makanan “siaran basket” tersedia dalam jumlah yang lebih banyak dan menyebar merata di seluruh Indonesia.
Sumber:
http://mainbasket.com/2012/06/05/hidup-prihatin-masyarakat-basket-indonesia/
0 komentar:
Posting Komentar